
Kebrutalan polisi akhirnya membuahkan hasil: satu orang mahasiswa meninggal dunia. Gaya orde baru kembali digulirkan. Kematian anak bangsa ini, berawal dari penyerangan polisi ke kampus Unas tanggal 24 Mei 2008. Mahasiswa pejuang ini bernama Maftuh Fauzi. Begini ceritanya:
Pertama, dalam penyerangan, korban dianiaya oleh polisi, babak belur.
Kedua, dalam keadaan babak belur, terutama kepalanya, interograsi tetap dilakukan
Ketiga, karena tidak kunjung sembuh di dalam sel, korban dibawa ke rumah sakit, dan memotretnya saja tidak diperbolehkan.
Keempat, setelah berselang bebrapa hari, memar sudah kurang, namun
Kelima, korban tidak mampu menahan sakit yang menjangkitinya. Infeksi sistemik yang menggerogoti tubuh Mastuh menyebabkan tidak berfungsinya sel syaraf pada tubuh. Akibat infeksi sistemik itu, fungsi alat tubuh tidak berfungsi lagi. Dan, meninggal dunia.
Apakah ini yang harus diterima mahasiswa?, apakah ini harga yang harus dibayar demi sebuah perjuangan?, demi membela rakyat Indonesia?.
Kalau begitu terus jadinya, maka kisah seorang ibu di Jakarta, akan terus pula terjadi:
Dalam sebuah jamuan tamu, seorang Ibu bertanya kepada tamunya: “Bapak pekerjaannya apa?”,…dengan tanggap bapak tersebut menjawab: “saya polisi, bu?”, dengan sepontan, Ibu setengah baya ini menjawab: “Oh, yang suka gebuki mahasiawa itu ya, yang sampai mati’ kan??, yang suka mukuli mahasiswa selayaknya mukuli maling, kan??”….
——————————
Berikut berita terkait:
Mahasiswa Unas Meninggal, Akibat Insiden Penyerbuan 24 Mei Lalu
Jumat, 20 Jun 08 22:18 WIB
Penyerbuaan polisi dengan brutal ke dalam kampus Universitas Nasional (UNAS), di Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta pada tanggal 24 Mei menyisakan duka mendalam. Maftuh Fauzi (27 tahun), salah seorang Mahasiswa yang menjadi korban kekerasan polisi saat melakukan unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM, meninggal dunia di RS Pusat Pertamina, akibat oleh infeksi sistemik di seluruh tubuhnya.
“Sudah di CTScan di bagian kepala, tidak ditemukan ada kelainan. Kami tidak menemunkan tanda-tanda kekerasan. infeksi sistemik yang menggerogoti tubuh Mastuh menyebabkan tidak berfungsinya sel syaraf pada tubuh. Akibat infeksi sistemik itu, fungsi alat tubuh tidak berfungsi lagi, ” jelas Dokter Spesialis Syaraf Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Widia Sarkawi, di RSPP, Jakarta, Jum’at (20/6).
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Maftuh mendapat perawatan intensif di ruangan ICU RSPP sejak Rabu 18 Juni kemarin. Sebelumnya, mahasiswa Jurusan Sastra Inggris angkatan 2003 ini juga mendapat perawatan di RS UKI. Bahkan sebelum meninggal Mastuh menggunakan alat bantu pernapasan.
Selain menyerbu masuk kampus, polisi juga melakukan serangan brutal dengan memukuli, menembakkan gas air mata, dan menangkap 100 orang mahasiswa yang ada di tempat tersebut.
Terkait dengan kematian mahasiswa akibat korban Insiden Unas, LBH Jakarta siap memberikan pendampingan terhadap keluarga Maftuh Fauzi.
“Kita siap mendampingi jika keluarga ingin menggugat pihak yang bertanggung jawab, ” kata Kuasa Hukum Mahasiswa Unas Edi Halomoan Gurning.
Menurutnya, dalam UU kepolisian secara hirarki Kapolri Jendral Pol. Sutanto turut bertanggungjawab.”Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya materi tetapi sudah nyawa, ” tandasnya.
Mahasiswa Unas ini tewas akibat mengalami luka di kepala akibat kena pentung polisi saat menentang aksi kenaikan harga BBM di kampusnya.
Tindakan brutal polisi juga berlangsung di kampus Universitas Hasanuddin (23/05/08). Ratusan mahasiswa yang melakukan aksi setelah pengumuman kenaikan BBM, tiba-tiba diserbu oleh polisi dengan alasan tidak jelas. Kejadian ini telah menambah daftar kebrutalan polisi dan kurun sebulan terakhir. (Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/nas/8620173551-mahasiswa-unas-meninggal-akibat-insiden-penyerbuan-24-mei-lalu.htm)
No comments:
Post a Comment